Edukasi Tanggap Bencana, ADEXCO dan Global Forum for Sustainable Resilience Resmi Dibuka
Portal Kawasan, JAKARTA – Asia Disaster Management and Civil Protection Expo & Conference (ADEXCO) ketiga secara resmi dibuka. Seremoni pembukaan diadakan bersamaan dengan dibukanya Indonesia Energy & Engineering (IEE) Series 2024 – Engineering Week, yang akan berlangsung selama 4 hari pada, 11-14 September 2024 di Jakarta International Expo Kemayoran.
Mengusung tema “Advancing Resilience Sustainability”, pembukaan ADEXCO juga menandai dibukanya Global Forum for Sustainable Resilience (GFSR) yang kedua, sebuah inisiasi kerjasama dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan juga program SIAP SIAGA, program Kemitraan Australia-Indonesia untuk Manajemen Risiko Bencana.
Tujuan diadakannya GFSR sebagai sebuah platform untuk memberikan pemahaman dan aksi menuju pembangunan masyarakat yang berketahanan dan berkelanjutan dalam menghadapi meningkatnya risiko dan ketidakpastian.
GFSR dalam dua hari akan menghadirkan banyak pembahasan mengenai berbagai solusi menghadapi perubahan iklim, kebencanaan, dan pembangunan berkelanjutan, termasuk di dalamnya berbagai kerjasama dan kolaborasi yang harus dibangun untuk mencapai target tersebut.
Letjen TNI Suharyanto, S.Sos., M.M. selaku Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengatakan, perubahan iklim, urbanisasi dan perubahan tata guna lahan berkontribusi dalam frekuensi terjadinya bencana. ADEXCO dan GFSR merupakan upaya nyata dalam membangun sistem yang kuat, tidak hanya untuk merespons, tetapi juga bagaimana kita melakukan mitigasi risiko dan kesiapsiagaan terhadap bencana.
“Penyelenggaraan dua acara ini menandai komitmen bersama terhadap resiliensi berkelanjutan dan penguatan strategi pengurangan risiko bencana di kawasan. Saya berharap kegiatan ini dapat memperkuat sistem dan kerjasama antar negara untuk menghadapi dan pulih dari bencana dengan lebih baik,” jelas Suharyanto, Rabu (11/09/2024).

Sementata itu, selaku Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi menyatakan pentingnya pembelajaran satu sama lain dan gerakan kolaborasi ini. Menurutnya, pengurangan Risiko Bencana (PRB) adalah garis hidup kita, dan tidak ada bangsa yang dapat menghadapi tantangan ini sendirian.
Kerja sama internasional dan ketahanan yang berkelanjutan menjadi inti dari diplomasi kemanusiaan Indonesia. Saat kita menatap masa depan hingga tahun 2030 dan seterusnya, penting untuk meninjau kembali dan memperkuat pendekatan kita terhadap ketahanan bencana. Pemanfaatan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan data menjadi sangat penting untuk memastikan pengambilan keputusan dan investasi.
“Upaya ini juga termasuk melibatkan investasi dalam teknologi, membuka akses ke pendanaan, serta memfasilitasi transfer teknologi untuk meningkatkan sistem peringatan dini, memperkuat respons bencana, dan memperkuat ketahanan secara keseluruhan,” terang Menlu.
Kamal Kishore selaku Head of United Nations Office for Disaster Risk Reduction-UNDRR, juga menyampaikan dukungannya terhadap acara ini. Dikatakannya, UNDDR juga mengucapkan terima kasih kepada Indonesia atas peran kepemimpinannya dalam ketahanan berkelanjutan. Kita perlu mengubah konsep ini menjadi tindakan praktis.

“Untuk mengatasi dampak bencana pada sektor ekonomi, sangat penting untuk menerapkan pendekatan holistik, memberdayakan generasi muda, serta memanfaatkan kemitraan dan pendekatan seluruh masyarakat seperti yang diuraikan dalam Kerangka Sendai. Indonesia dan ASEAN berada dalam posisi yang ideal untuk menunjukkan contoh prioritas ini dan memimpin upaya dalam ketahanan berkelanjutan,” jelasnya.
Hal senada juga dikatakan Eric Yap selaku Commissioner of the Singapore Civil Defence Force. Menurutnya, membangun masyarakat yang tangguh memerlukan pendekatan yang melibatkan tidak hanya solusi teknologi canggih, tetapi juga partisipasi aktif dari komunitas melalui berbagai kegiatan yang mendorong pembelajaran dan kesiapsiagaan bersama.
“Wilayah kita dikenal sebagai salah satu wilayah paling rawan bencana di dunia. Kita telah menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam hal kerja sama internasional dan dialog strategis mengenai manajemen bencana, terutama sejak insiden tsunami Samudra Hindia (Indian Ocean Tsunami 2004),” ungkapnya.
Kolaborasi dalam bentuk dialog strategis dan kerangka kerja yang terkoordinasi ini sangat penting, karena menekankan perlunya kepercayaan dan berbagi pengetahuan di antara pengelola bencana untuk mengatasi dan mengurangi dampak bencana secara efektif. (RXK/ALN)