Pelita di Tengah Samudra: Perjalanan Cahaya yang Tak Selalu Terang
Portal Kawasan, JAKARTA – Di tengah luasnya samudra kehidupan, seorang musafir bernama Raka terombang-ambing di antara gelombang pasang dan surut.
Lama ia berlayar tanpa arah, hanya mengikuti arus yang membawanya tanpa kompas yang pasti. Hingga suatu malam, di tengah gelap pekat yang mencekam, sebuah cahaya samar muncul di cakrawala.
Cahaya itu bukan kilatan petir yang menyambar sesaat, bukan pula nyala lentera yang redup tertiup angin. Ia bersinar lembut namun pasti, seakan memberi isyarat bahwa ada daratan di ujung pelayaran yang tak berujung ini.
Raka merasakan kehangatan yang asing namun menenangkan. Ia mendayung perahunya, mengikuti cahaya itu dengan harapan yang baru tumbuh di dadanya.
Namun, tak selamanya cahaya itu bersinar terang. Ada kalanya kabut pekat datang menyelimutinya, membuat Raka ragu. Kadang ia merasa begitu dekat dengan cahaya itu, hingga hampir bisa menyentuhnya.
Namun, di lain waktu, ombak ragu kembali datang, menyeretnya menjauh, membuatnya bertanya-tanya apakah cahaya itu nyata atau hanya ilusi.
Meski begitu, setiap kali perahunya terombang-ambing oleh badai, ada sesuatu di dalam dirinya yang terus mengingatkan: cahaya itu ada, walaupun terkadang tertutup awan.
Ia belajar bahwa pelayaran ini bukan tentang seberapa cepat ia mencapai daratan, tetapi tentang bagaimana ia tetap mendayung meski arus mencoba menariknya kembali.
Begitulah hidayah. Ia datang seperti mercusuar di tengah samudra, menuntun yang tersesat menuju daratan yang kokoh. Namun, iman yang menyertainya seperti air pasang—kadang naik, kadang surut.
Yang terpenting, selama perahu masih berlayar dan mata tetap tertuju pada cahaya, maka tak ada gelombang yang benar-benar bisa menenggelamkan harapan.
Dan Raka? Ia masih berlayar, terkadang tersesat, namun kini ia tahu ke mana harus kembali. (AGS/ALN)
Maret 18, 2025 @ 04:25
Hidayah itu memang ‘mahal’ karena itu mesti digapai, gelombang kehidupan terkadang penuh misteri…Makasih min, sudah dapat pencerahan😇😇🐐😇