Pelantikan Pengurus Baru Karang Taruna DKI: Seremonial Manis di Tengah Deru Masalah Pemuda Ibukota
JAKARTA – Di balik gemerlap Balai Kota dan senyum formal para pejabat, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung kembali menggelar agenda seremonial: pelantikan Pengurus Karang Taruna DKI Jakarta masa bakti 2025–2030. Namun, apakah gebrakan kepemudaan hanya akan berhenti pada janji-janji manis dan deretan pidato?
Dalam sambutannya, Gubernur Pramono menyebut adanya 2.034 unit Karang Taruna aktif di tingkat RW se-Jakarta. “Potensi besar ini dapat dioptimalkan untuk menyelenggarakan berbagai program kepemudaan secara masif,” ujarnya.

Namun publik bertanya: di mana hasilnya selama ini? Ribuan unit Karang Taruna nyaris tak terdengar gaungnya di tengah memburuknya situasi pemuda kota, dari pengangguran hingga apatisme sosial.
Pramono memamerkan keberhasilan sinergi Karang Taruna dan Pemprov DKI lewat pelatihan kewirausahaan dan inkubasi bisnis sosial.

Tapi realita di lapangan menunjukkan sebaliknya: mayoritas anak muda Jakarta masih terjebak dalam lingkaran pekerjaan informal, minim akses modal, dan nyaris tak tersentuh program-program pemerintah.
“Jadilah motor perubahan yang progresif dan solutif,” pesan Pramono pada pengurus baru. Tapi perubahan macam apa yang bisa diharapkan jika sistem dan birokrasi Karang Taruna sendiri masih terjebak dalam pola lama, elitis, simbolik, dan jauh dari denyut kehidupan warga?

Di tengah dunia yang “tidak baik-baik saja”, Gubernur meminta anak muda bekerja lebih keras dan kreatif. Ironisnya, justru negara dan pemerintahnya kerap menjadi tembok pertama yang membatasi kreativitas itu.
Kini, setelah pelantikan usai dan mikrofon dimatikan, publik menanti bukti. Apakah Karang Taruna hanya akan menjadi alat propaganda pembangunan, atau benar-benar bisa menjadi ujung tombak perubahan sosial? (RXC/ALN)