Ciliwung: Urat Nadi yang Menangis di Pelukan Kota
Portal Kawasan, JAKARTA – Jakarta, kota yang tak pernah tidur, memeluk erat Sungai Ciliwung seperti nadi yang mengalirkan kehidupan.
Namun, alih-alih menjadi sumber kesejukan, nadi ini kini sesak, tersumbat oleh tumpukan luka dari tangan-tangan yang lupa mencintainya.
Dulu, Ciliwung adalah seorang ibu yang menyusui anak-anaknya dengan air jernih. Ia memberi kehidupan bagi petani yang mengandalkan irigasi, nelayan yang mencari ikan di arusnya, dan penduduk yang mandi di pelukannya.
Namun kini, ibu itu kelelahan. Airnya keruh, napasnya berat, dan tubuhnya penuh luka sampah yang mengapung seperti mimpi-mimpi yang kandas.
Saat hujan deras turun, Ciliwung menangis lebih deras. Air matanya meluap, merangkul rumah-rumah di bantaran yang dulu mendekat karena butuh perlindungannya.
Kini, pelukannya berubah menjadi amukan. Banjir datang seperti dendam yang tak terbendung, mengingatkan kota ini bahwa ia bukan sekadar saluran pembuangan, melainkan jiwa yang meminta kepedulian.
Meski begitu, harapan belum mati. Di beberapa sudut, masih ada tangan-tangan yang mencoba menyeka air mata Ciliwung.
Mereka menanam pohon di tepian, mengangkat sampah dari tubuhnya, dan membisikkan doa agar suatu hari ia kembali seperti dulu—jernih, sejuk, dan penuh kehidupan.
Sebab, jika Ciliwung kembali tersenyum, Jakarta pun akan bernapas lebih lega. (RZK/ALN)