Dari Kampung ke Laman Digital: Jurnalis Betawi dan Narasi Lima Abad
Portal Kawasan, JAKARTA – Sore itu, langit Jakarta berpendar keemasan saat Forum Jurnalis Betawi (FJB) menggelar diskusi sekaligus buka puasa bersama di Saung Kembangan, Jakarta Barat, Minggu (23/3/2025).
Dengan tema “Kontribusi Jurnalis Betawi Menyongsong Lima Abad Kota Jakarta”, acara ini menjadi ajang pertemuan pemikir dan pewarta untuk merancang jejak sejarah menjelang perayaan lima abad ibu kota pada 22 Juni 2027.
Di bawah atap Saung Kembangan, tiga tokoh senior jurnalistik berbagi gagasan: H. Beky Mardani, Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB); H. Yusron Sjarief, jurnalis senior televisi; dan Ahmad Buchori atau Bang Boy dari Kantor Berita Antara.

Mereka bukan sekadar saksi sejarah, tetapi juga penjaga ingatan kolektif yang hendak merawat dan mewariskan narasi Betawi kepada generasi mendatang.
Menabur Gagasan, Menjalin Masa Depan
Ketua FJB, M. Syakur Usman, membuka diskusi dengan semangat. Ia menegaskan bahwa jurnalis Betawi memiliki tanggung jawab lebih dari sekadar menulis berita. Mereka harus menjadi penutur kisah, penyambung warisan, dan penjaga marwah Betawi dalam arus modernisasi Jakarta.

Sebagai bentuk konkret kontribusi, FJB telah meluncurkan Kabarbetawi.id, platform digital yang akan menjadi etalase narasi masyarakat Betawi—bukan sekadar berita, melainkan sejarah yang ditulis dengan tinta perlawanan terhadap lupa.
Tak hanya itu, FJB juga mengumumkan serangkaian program ambisius untuk menyongsong lima abad Jakarta:
– Roadshow jurnalistik ke kampus-kampus
– Penerbitan buku “500 Cerita Tanah Betawi”
– Workshop digital bersama kreator konten kebetawian
– Dan berbagai inisiatif lainnya untuk memastikan Betawi tetap hidup dalam ingatan kolektif.

Mengabadikan Tradisi di Tengah Deru Kota
Diskusi semakin hangat saat narasumber berbagi pandangan. H. Beky Mardani mengajak jurnalis untuk menuliskan kembali kisah kampung-kampung Betawi sebelum Jakarta tersusun rapi oleh gedung pencakar langit.
“Anak sekarang mana pernah ngerasain ngelihat Monas dari atas pohon kecapi? Nah, itu yang kita alami dulu. Mari kita tulis, mulai dari kampung kita masing-masing. Saya akan mulai dari Meruya,” ujarnya penuh semangat.

Sementara itu, H. Yusron Sjarief menyoroti bagaimana tradisi Betawi masih hidup di pemukiman non-perumahan. Ia menyebut bahwa banyak anak muda Jakarta yang tinggal di kompleks perumahan tidak lagi mengenal tradisi khas Betawi.
“Saya sering tanya ke peserta Abang None Jakarta, apakah mereka tinggal di kampung atau perumahan? Yang di perumahan biasanya nggak tahu tradisi Betawi yang masih lestari,” katanya.
Ahmad Buchori menekankan pentingnya jurnalis Betawi tidak hanya berkarya di media khusus kebetawian, tetapi juga di media massa nasional agar suara masyarakat Betawi semakin luas terdengar.
“Seperti kejadian di Bekasi, ada oknum yang meminta THR atas nama Betawi. Itu perlu kita luruskan, agar stigma negatif tidak melekat pada masyarakat Betawi,” ucapnya.

Berbuka Bersama, Mengukuhkan Kebersamaan
Menjelang magrib, diskusi semakin menggeliat dengan ide-ide segar. Namun, ketika adzan berkumandang, semua kembali pada momen kebersamaan: berbuka puasa. Dengan dipimpin doa oleh Ustaz Taufik dari MUI Jakarta Barat, para peserta membatalkan puasa dengan penuh syukur.
Acara ini juga dihadiri oleh berbagai tokoh, termasuk Kasudin Kesbangpol Jakarta Barat Mohammad Matsani, Ketua LBIQ dan Sekjen Permata MHT H. Supli Ali, serta budayawan Betawi Yahya Andi Saputra.
Sebagai penutup, ada bagi-bagi buku “Bang Ipul Simpul Betawi dari Gubernur ke Gubernur”, serta door prize tiket Ancol, Dufan, dan Sea World. Dukungan dari berbagai pihak, seperti Gerakan Kebangkitan (Gerbang) Betawi, LBIQ DKI Jakarta, LKB, serta beberapa sponsor lainnya, semakin menegaskan bahwa semangat melestarikan budaya Betawi terus membara.
Dari diskusi ini, satu hal menjadi jelas: jurnalis Betawi bukan hanya perekam peristiwa, tetapi juga penulis sejarah yang akan mengawal identitas Jakarta menuju lima abadnya. Seperti palang pintu yang menjaga gerbang, mereka akan tetap berdiri tegak, mengawal warisan leluhur agar tak pudar ditelan zaman. (*/ALN)