Empat Medan, Empat Pemenang: Laga Pemilihan Ketua RW Se-Kelurahan Kebon Manggis
JAKARTA – Kelurahan Kebon Manggis tak lagi sunyi. Ia bergemuruh, bernapas dalam ritme pemilihan. Jalan-jalannya bersenandung, bangku-bangku sekolah bergoyang, dan malam pun menahan kantuknya demi menyaksikan kelahiran pemimpin baru.
Inilah kisah empat RW yang bicara lewat detak suara rakyatnya.

RW04: Suparlan dan Gemuruh SDN 01
Sabtu, 26 April. Teriknya mentari menyinari dengan sempurna ketika halaman SDN 01 Kebon Manggis mulai bergetar.
Kursi-kursi tua berdebar menyaksikan dua nama besar: Prijanto S.H dan Drs. Suparlan. Tiang bendera berdiri gagah, seolah jadi saksi bisu sebuah pertarungan terhormat.

Dalam satu hentakan suara, Suparlan menang, 42 suara menggema, sementara 11 suara lain berbisik lirih pada Priyanto S.H. Bangunan sekolah tersenyum. RW04 pun bernafas lega, ia tahu, ia baru saja memilih.
RW03: Gairah di Jalan Kesatrian Raya
Minggu, 27 April. Jalan Kesatrian Raya bersolek, pohon-pohonnya melambai seolah ikut memilih.
Empat calon berdiri gagah: Sumiati, Heri Supriyanto, Sudarti, dan Mahfud. RW03 menahan napas. Di antara 81 suara, tiap kertas suara adalah bisikan harapan.

Ketika suara terakhir dihitung, Sumiati, sang petahana, harus rela menyerah pada Heri Supriyanto yang unggul dengan 40 suara.
Plafon Sekretariat RW03 pun berdentum pelan, seolah ikut meneriakkan: “Waktumu tiba, Heri!”

RW02: Tiga Pendekar di SDN 08
Masih di hari Minggu, tapi kali ini di SDN 08. Bangku kelas lama menyambut tiga pendekar: Arip Saripudin, Santoso, dan Syahrulah Pua Sawa.
Udara terasa berat, seakan daun-daun pun enggan jatuh sebelum tahu siapa yang menang.

Satu per satu suara berdansa. Lalu, 57 suara mengalir deras kepada Santoso.
Dinding sekolah berdesir, menyambut sang pemimpin baru RW02 dengan tepuk angin yang halus namun berarti.
RW01: Malam Berbisik di Lapangan Bulutangkis
Rabu malam, 30 April. Lapangan bulutangkis yang biasa riuh oleh kok dan raket kini sunyi penuh harap. Malam menahan nafas, lampu-lampu bersinar lebih terang dari biasanya.
Dua tokoh tangguh berdiri: DR. Abdul Kodir Abu Lc., MA., dan sang petahana, Sigit Dwi Priyono, ST.
Suara mengalir seperti sungai malam, 88 untuk Abu, 57 untuk Sigit. Bahkan jaring bulutangkis ikut bergetar pelan, tahu bahwa RW01 telah menetapkan arah masa depannya.
Kini, Kebon Manggis telah berbicara. Lewat angin, tanah, dan suara. Ia tidak lagi diam.
Ia telah memilih, dan pilihan itu adalah nafas baru bagi empat wilayah yang siap melangkah ke lembaran berikutnya.
Karena di sinilah demokrasi tak hanya dijalankan, tapi dirayakan. Dengan jiwa. Dengan semangat. Dengan nyawa yang tak terlihat, namun terasa di tiap suara. (RXC/AGS/ALN)