Gema Toleransi Menggetarkan Jakarta: Gubernur Pramono Menyulut Api Persatuan Lintas Iman
JAKARTA – Dalam sepekan yang mengguncang nurani dan menyulut bara toleransi, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, melangkah dari satu rumah ibadah ke rumah ibadah lain, bak obor peradaban yang tak pernah padam.
Bersama jajaran pejabat Pemprov, ia menebarkan pesan damai dalam langkah-langkah penuh makna yang menggema di seluruh penjuru Ibu Kota.
Dimulai dari langit fajar yang masih menggigil di Cakung, Jakarta Timur, Pramono memimpin ribuan umat dalam salat subuh berjemaah dan meresmikan Masjid megah Jakarta Garden City (JGC).

Tak lama berselang, ia hadir di tengah ribuan umat Buddha dalam Pindapata Nasional Gema Waisak di jantung Kemayoran, membawa angin sejuk persaudaraan yang menembus dinding perbedaan.
Tak berhenti di sana, Gubernur Pramono kembali menggetarkan ruang batin warga saat hadir dalam perayaan 100 Tahun Guru Nanak di Gurdwara Sahib, Tanjung Priok. Seolah tak kenal lelah, ia pun menutup perjalanan spiritualnya dengan turut beribadah dalam Perayaan Pra-Jubileum 98 Tahun HKI di Kelapa Gading.
Dalam pidatonya yang bak petir di langit cerah, Gubernur menegaskan, Jakarta bukan sekadar kota, tapi pelangi megah yang menaungi semua warna keyakinan. “Tak ada satu pun umat yang ditinggalkan, tak ada satu suara pun yang diredam. Ini adalah rumah bagi semua,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa Jakarta sedang melangkah menuju panggung global, dan toleransi adalah tiket utamanya.
“Kami tak hanya hadir, kami bergerak bersama. Kami tak hanya mendengar, kami merangkul,” ujar Pramono, disambut tepuk tangan meriah para tokoh lintas agama.

Pemprov DKI, menurutnya, bukan sekadar mendukung, tapi menghidupi semangat kerukunan. Dana hibah, audiensi terbuka, hingga kemudahan perizinan menjadi bukti nyata bahwa keagamaan bukan urusan sampingan, tapi jantung dari denyut Ibu Kota.
“Jakarta menuju usia ke-500 bukan dengan angkuh, tapi dengan rendah hati yang membungkus kekuatan. Mari kita jadikan kota ini mercusuar perdamaian dunia,” serunya, menutup orasi seperti seorang jenderal cinta yang memanggil pasukannya: rakyat Jakarta. (RXC/ALN)