Duka di Tapal Batas: Ketika Jembatan Roboh, Jalan Terbelah
JAKARTA – Malam itu, langit tampak ikut bersedih. Di sudut kota yang biasanya riuh oleh langkah dan deru mesin, sebuah jembatan kecil di wilayah Kesatrian X RT011/03, Kebon Manggis, Jakarta Timur.
Jembatan penghubung antara Manggarai dan Matraman itupun tampak lunglai, seperti pahlawan tua yang akhirnya jatuh dalam peperangan panjang.
Tak sanggup lagi menopang beban hari-hari, tubuhnya runtuh—menyisakan luka menganga yang seperti menjerit minta pertolongan.

”Aku tak sanggup lagi,” keluhnya dalam sunyi yang tajam, seolah menyerah pada waktu dan lupa. Setiap retak dan pecahannya adalah puisi pilu tentang pengabdian yang tak pernah dihargai.
Namun warga tak membiarkannya bersedih sendiri. Sebuah “karpet merah” dibentangkan di atas papan darurat—bukan untuk selebritas, tapi untuk merawat harga diri sang jembatan yang terluka.

Motor-motor berjalan perlahan, bukan karena takut jatuh, tapi seakan memberi penghormatan terakhir pada pahlawan infrastruktur yang sedang berjuang untuk tetap ada.
Ketua RT011/03, Pak Asmanto, masih tak percaya dengan tragedi kecil ini. “Ini seperti tamparan pertama di awal masa tugas saya,” kata dia, saat ditemui Portal Kawasan, Selasa (8/4/2025).

Dengan semangat gotong royong, mereka membangun jembatan darurat dari papan dan kayu—ibarat membalut luka dengan perban seadanya, demi menahan tangis warga yang butuh lewat.
“Insya Allah, besok kami mulai perbaikan permanen,” ujarnya, seraya menggenggam harapan bahwa luka itu akan sembuh sebelum bernanah menjadi bencana.

Sementara itu, tak jauh dari sana, jalan di kawasan Farmasi seolah menjerit lebih keras. Ia dulu tegar dan lurus seperti janji yang tak tergoyahkan, kini tubuhnya terbelah—menganga seperti luka peperangan yang tak pernah diobati. Sebagian tubuhnya sudah jatuh, dipeluk dingin oleh sungai yang mengalir tenang.
Reling besi bengkok dalam keputusasaan, seolah ikut menangis. Aspal mengelupas, beton berserakan, membentuk ratapan sunyi.

Ini bukan sekadar kerusakan. Ini teriakan minta tolong dari sebuah jalan yang pernah menjadi nadi kehidupan. Setiap detiknya adalah ancaman bagi keselamatan.
Semoga langkah cepat warga dan pengurus RT bisa memantik kesadaran mereka yang punya kuasa, sebelum luka-luka ini tumbuh menjadi petaka yang menelan lebih banyak nyawa. (RXC/AGS/ALN)