Ketika Derita Menemukan Cahaya: Mustahik dan Tangan-Tangan Kebaikan
Portal Kawasan, JAKARTA – Di lorong-lorong kehidupan, ada jiwa-jiwa yang berjalan dengan beban berat di pundak mereka. Mereka adalah faqir yang langkahnya tertatih, miskin yang mengais asa, dan gharim yang terhimpit utang.
Dalam kerasnya dunia, mereka adalah lembaran takdir yang menunggu sentuhan kasih. Islam, sebagai cahaya yang menuntun, menghadirkan zakat sebagai jembatan harapan bagi mereka yang disebut mustahik—golongan yang berhak menerima zakat.
Dari delapan pintu kebutuhan, zakat mengalir seperti sungai yang menyuburkan tanah gersang. Ada faqir yang tak tahu bagaimana esok akan makan, dan miskin yang memiliki sedikit, namun tak cukup untuk menyambung hidup.
Di antara mereka, berdiri amil—mereka yang menjadi jembatan antara tangan yang memberi dan tangan yang menerima. Sementara itu, muallaf melangkah di jalan baru, mencari cahaya iman di tengah badai keraguan.
Tak hanya mereka, ada riqab—orang-orang yang terbelenggu, baik oleh perbudakan di masa lalu maupun jeratan zaman modern. Lalu ada gharim, mereka yang jatuh dalam kubangan utang, serta ibnu sabil—pengembara yang kehilangan arah dan bekal di tengah perjalanan.
Dan terakhir, para mujahid yang berjuang, bukan hanya dengan pedang, tetapi juga dengan ilmu, dakwah, dan keteguhan hati demi menegakkan nilai-nilai Islam.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. At-Taubah: 60, zakat bukan sekadar ritual, melainkan jalinan kasih yang menghapus air mata. Rasulullah SAW pun menegaskan dalam hadisnya bahwa zakat adalah hak mereka yang berjuang untuk bertahan dalam kehidupan.
Di dunia yang penuh ketimpangan, zakat adalah tangan yang menggenggam, bahu yang menopang, dan cahaya yang menuntun. Mustahik bukan sekadar penerima, mereka adalah saudara yang menanti uluran tangan, agar hidup kembali bercahaya di bawah langit kasih sayang. (RXC/ALN)