Kisah Perjuangan Brigjen TNI Anumerta Ignatius Slamet Riyadi
Portal Kawasan, JAKARTA – Brigadir Jenderal (Anumerta) TNI Ignatius Slamet Riyadi merupakan seorang tentara Indonesia. Slamet Riyadi lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 26 Juli 1927.
Ia merupakan putra dari seorang tentara dan penjual buah. “Dijual” pada pamannya dan sempat berganti nama saat masih balita demi sembuh dari penyakit, Slamet Riyadi tumbuh besar di rumah orangtuanya dan belajar di sekolah milik Belanda.
Setelah Jepang menduduki Hindia Belanda, Slamet Riyadi menghadiri sekolah pelaut yang dikelola oleh Jepang dan bekerja untuk mereka setelah lulus; ia meninggalkan tentara Jepang menjelang akhir Perang Dunia II dan turut mengobarkan perlawanan selama sisa pendudukan.
Slamet Riyadi menempuh pendidikan di sekolah milik Belanda. Sekolah dasar dilaluinya di Hollandsch-Inlandsche Schooll Ardjoeno, sebuah sekolah swasta yang dimiliki dan dikelola oleh kelompok agamawan Belanda. Saat bersekolah di Sekolah Menengah Mangkoenegaran, ia memperoleh nama belakang Rijadi karena ada banyak siswa yang bernama Slamet di sekolah tersebut.
Saat di sekolah menengah juga ayahnya kembali “membelinya” dari sang paman. Setelah tamat sekolah menengah dan saat Jepang menduduki Hindia Belanda pada tahun 1942, ia melanjutkan pendidikannya ke akademi pelaut di Jakarta. Setelah lulus, ia bekerja sebagai navigator di sebuah kapal laut.

Saat tidak bekerja di laut, Rijadi tinggal di sebuah asrama di dekat Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, sesekali ia juga bertemu dengan para pejuang bawah tanah. Pada 14 Februari 1945, setelah Jepang mulai mengalami kekalahan dalam Perang Dunia II, Rijadi beserta rekannya sesama pelaut meninggalkan asrama mereka dan mengambil senjata; Rijadi pulang ke Surakarta dan mulai mendukung gerakan perlawanan di sana.
Ia tidak ditangkap oleh polisi militer Jepang atau unit lainnya selama masa pendudukan, yang berakhir dengan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, Riyadi memimpin tentara Indonesia di Surakarta pada masa perang kemerdekaan melawan Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia.
Dimulai dengan kampanye gerilya, pada 1947 ia berperang dengan sengit melawan Belanda di Ambarawa dan Semarang, bertanggung jawab atas Resimen 26. Selama Agresi Militer I, Belanda mengambil alih kota tetapi berhasil direbut kembali oleh Rijadi, dan kemudian mulai melancarkan serangan ke Jawa Barat.
Pada tahun 1950, setelah berakhirnya revolusi, Riyadi dikirim ke Maluku untuk memerangi Republik Maluku Selatan. Setelah operasi perlawanan selama beberapa bulan dan berkelana melintasi Pulau Ambon, Riyadi gugur tertembak menjelang operasi berakhir.