Larangan di Meja Hidangan: Ketika Manusia Dihadapkan pada Ujian Kesetiaan
Portal Kawasan, JAKARTA – Dunia kuliner telah diguncang oleh sebuah dekrit dari Sang Penguasa Alam Semesta. Beberapa hidangan yang sebelumnya mungkin terlihat menggoda, kini secara resmi dinyatakan terlarang.
Bangkai, darah, daging babi, dan santapan yang tidak dipersembahkan atas nama Pemilik Segala Rizki telah dihapus dari daftar menu umat yang setia.
Sejumlah pengamat spiritual menyebut keputusan ini sebagai bentuk penyaringan, menguji siapa yang benar-benar tunduk pada aturan Sang Maha Kuasa dan siapa yang masih condong pada selera tanpa batas.
“Ini bukan sekadar soal makanan,” ujar seorang ulama senior. “Ini soal kepatuhan, soal pengakuan bahwa setiap suapan yang masuk ke tubuh haruslah diberkahi, bukan sekadar memuaskan nafsu.”
Lebih jauh, sumber resmi dari kitab suci mengungkap bahwa segala sesuatu yang mati karena tercekik, dipukul, jatuh dari ketinggian, ditanduk, atau dimangsa hewan liar juga termasuk dalam daftar terlarang—kecuali jika berhasil disembelih dengan aturan yang benar sebelum hewan itu menghembuskan napas terakhirnya.
Namun, tidak hanya soal makanan, keputusan ini juga membidik ritual-ritual lama yang telah kehilangan maknanya. Mengundi nasib dengan anak panah, sebuah kebiasaan di masa lalu, kini dinyatakan sebagai bentuk kefasikan.
“Mengandalkan keberuntungan tanpa keyakinan pada Tuhan? Itu adalah tanda lemahnya iman,” kata seorang ahli etika agama.
Di balik semua aturan ini, terselip pesan yang lebih besar: hari ini, agama telah sempurna. Tidak ada lagi celah bagi mereka yang ingin melihat kelemahan dalam ajaran ini.
Para penentang mulai kehilangan harapan, dan para pengikut diperintahkan untuk tidak gentar. “Jangan takut kepada mereka, takutlah kepada-Ku,” demikian bunyi peringatan dari Langit.
Meski demikian, hukum ini tidak berdiri tanpa belas kasih. Bagi mereka yang terdesak oleh kelaparan dan tidak berniat melanggar batas, dispensasi diberikan. Di dalam kemurahan-Nya, Sang Pemilik Aturan menegaskan bahwa Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
Dengan aturan baru ini, umat diajak untuk tidak sekadar memperhatikan apa yang masuk ke dalam perut, tetapi juga apa yang mereka yakini di dalam hati. Sebab, dalam kepatuhan itulah tersimpan kebersihan jiwa dan ridha Ilahi. (AGS/ALN)