Mudik: Perjalanan Rindu yang Tak Pernah Padam
Portal Kawasan, JAKARTA – Setiap tahun, sebuah ritual akbar kembali hidup di jalanan Indonesia. Ia bernama mudik, sebuah perjalanan yang bukan sekadar perpindahan tempat, melainkan perjalanan rindu yang menuntun jutaan orang kembali ke akar mereka—kampung halaman.
Mudik dan Sejarah yang Tak Lekang oleh Waktu
Sejak zaman kolonial, mudik sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Kala itu, para pekerja urban di kota-kota besar seperti Batavia dan Surabaya hanya bisa pulang ke desa sekali dalam setahun. Kini, tradisi itu terus berlanjut, semakin meriah setiap Idul Fitri tiba.
Di era Orde Baru, mudik semakin terorganisir, perusahaan mulai memberikan cuti khusus, dan pemerintah ikut mengatur arus perjalanannya.
Kini, di era digital, mudik semakin dimudahkan dengan teknologi transportasi yang semakin maju.
Lebih dari Sekadar Perjalanan
Mudik bukan hanya soal menempuh ratusan kilometer. Ia adalah perjalanan emosional, tempat setiap perantau kembali menemukan kehangatan keluarga, aroma masakan ibu, serta nostalgia masa kecil. Dalam peluk keluarga, lelah di perjalanan terbayar lunas.
Dampak yang Menggema ke Segala Arah
Setiap tahun, mudik membawa denyut ekonomi ke berbagai daerah. Warung-warung di pinggir jalan mendadak ramai, stasiun dan terminal penuh sesak, bahkan penjualan oleh-oleh melonjak drastis. Secara sosial, mudik mempererat tali silaturahmi yang mungkin renggang karena kesibukan kota.
Sementara itu, secara budaya, mudik adalah momen di mana tradisi kembali dihidupkan—dari sungkem kepada orang tua hingga menikmati kuliner khas kampung halaman.
Mudik adalah lebih dari sekadar perjalanan pulang. Ia adalah kisah tentang rindu yang tak pernah padam, tentang rumah yang selalu menunggu kepulangan anak-anaknya. Tak peduli seberapa jauh kaki melangkah, hati akan selalu menemukan jalan untuk kembali. (RXC/ALN)