Pemerintah Siapkan Tenaga Kerja Unggul, Agar Bisa Saing (Setidaknya) dengan Tetangga
Portal Kawasan, JAKARTA – Pemerintah kembali bertekad menjadikan Indonesia sebagai negara maju dengan ekonomi top lima dunia pada 2045. Caranya? Dengan memastikan tenaga kerja kita tidak hanya banyak, tapi juga produktif.
Masalahnya, saat ini sebagian besar masih berkutat di sektor dengan produktivitas rendah seperti perdagangan, jasa, dan pertanian—alias sektor yang tak butuh gelar akademik tapi penuh persaingan sengit.
Deputi Kemenko Perekonomian, Moh. Rudy Salahuddin, menegaskan bahwa solusi terbaik adalah menggeser tenaga kerja ke sektor yang lebih produktif, terutama industri strategis seperti elektronik. “Kita perlu tenaga kerja yang lebih terampil, bukan hanya banyak,” ujarnya.

Untuk itu, pemerintah menggandeng Jepang melalui proyek METI Skills, sebuah program yang bertujuan meningkatkan keterampilan tenaga kerja di sektor elektronik.
Selama dua tahun, proyek ini telah menyentuh lebih dari 1.150 pekerja dan pengusaha, menggelar 24 lokakarya, serta menerbitkan berbagai panduan pelatihan. Harapannya, Indonesia tak hanya jadi pasar elektronik, tapi juga bagian dari rantai pasok global.
Namun, ada tantangan besar: lebih dari setengah tenaga kerja Indonesia masih berpendidikan SMP ke bawah. Artinya, sebelum bicara soal industri elektronik canggih, kita harus memastikan bahwa tenaga kerja yang ada bisa mengikuti tuntutan zaman.
Pemerintah pun telah menerbitkan Perpres 68/2022 yang menekankan pentingnya pendidikan vokasi berbasis permintaan industri.

Pada acara penutupan proyek METI Skills, Deputi Edi Prio Pambudi mengingatkan bahwa keterampilan tenaga kerja harus terus dikembangkan.
“Kita ingin investasi masuk, pekerja terlindungi, dan ekonomi tumbuh. Jangan sampai tenaga kerja kita hanya jadi penonton di negeri sendiri,” ujarnya.
Sebagai bentuk apresiasi, pemerintah memberikan penghargaan kepada berbagai pihak yang terlibat dalam proyek ini, termasuk perusahaan dan serikat pekerja.
Dengan kerja sama dan kebijakan yang tepat, Indonesia berharap bisa mengejar ketertinggalan—dan mungkin suatu hari nanti, para pekerja kita tak lagi hanya jadi buruh di negeri sendiri, tapi pemimpin di industri global. (ARF/ALN)