Saat Pemred Dipilih Tanpa Kompetensi, Bagaimana Nasib Jurnalisme?
Portal Kawasan, JAKARTA – Pesatnya pertumbuhan media siber di era digitalisasi membawa dampak besar bagi dunia jurnalistik di Indonesia. Namun, di balik kemudahan akses dan pendirian media online, muncul ancaman serius terhadap kredibilitas pers. Salah satunya adalah fenomena hadirnya pemimpin redaksi (Pemred) yang minim pengalaman dan pemahaman jurnalistik.
Menurut Ahli Pers Dewan Pers, Mahmud Marhaba, banyak media online yang mengangkat Pemred tanpa mempertimbangkan kompetensi yang memadai.
“Banyak Pemred yang ‘bau kencur’, kurang memahami kode etik jurnalistik dan tidak memiliki pengalaman yang cukup dalam dunia pers. Ini menjadi ancaman bagi kualitas pemberitaan di Indonesia,” ujarnya, seperti dikutip dari DelikAsia.com, Senin (17/03).
Kemudahan mendirikan media online, dengan modal yang relatif kecil dan proses yang cepat, menyebabkan banyak individu terjun ke dunia jurnalistik tanpa bekal yang cukup.
Sayangnya, hal ini tidak diimbangi dengan pemahaman mendalam tentang standar penulisan berita dan etika jurnalistik. Akibatnya, muncul media-media yang mengedepankan sensasi ketimbang akurasi, serta tidak menerapkan prinsip keberimbangan dalam pemberitaan.
“Banyak media siber yang justru menjadi alat untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Akibatnya, berita yang mereka hasilkan seringkali tidak akurat, tidak berimbang, bahkan cenderung provokatif,” tambah Mahmud.
Selain itu, maraknya praktik “jurnalisme instan” juga memperparah kondisi ini. Dengan akses informasi yang cepat dan persaingan mendapatkan pembaca yang tinggi, banyak wartawan muda tergoda untuk membuat berita sensasional tanpa melakukan verifikasi yang memadai.
Mereka seringkali mengabaikan prinsip dasar jurnalistik, seperti memberikan ruang bagi pihak yang dikritik untuk memberikan klarifikasi, atau memastikan kebenaran sebuah informasi sebelum dipublikasikan.
Dewan Pers menegaskan bahwa media harus berpegang teguh pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Pemred yang berkompeten memiliki peran kunci dalam memastikan bahwa setiap berita yang diterbitkan memenuhi standar independensi, akurasi, dan keberimbangan.
“Pemilik media harus lebih selektif dalam memilih Pemred. Jangan hanya berdasarkan kedekatan, tetapi harus melihat kompetensi dan rekam jejaknya di dunia jurnalistik,” tegas Mahmud.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa media online perlu lebih serius dalam membangun tim redaksi yang solid dan profesional. Pelatihan dan pembinaan berkelanjutan bagi wartawan menjadi langkah penting untuk meningkatkan kualitas jurnalisme di Indonesia.
“Jika kita ingin menjaga martabat pers sebagai pilar demokrasi, kita harus mulai dari dasar, yaitu memilih Pemred yang benar-benar memahami tanggung jawabnya. Dengan begitu, media bisa menjadi sumber informasi yang kredibel dan dipercaya masyarakat,” pungkasnya.
Fenomena maraknya Pemred yang kurang berpengalaman menjadi tantangan serius bagi dunia jurnalistik. Jika tidak ditangani dengan baik, hal ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap media dan mengancam kebebasan pers yang bertanggung jawab. (AGS/ALN)