Kabiya, Rumah Makan yang Menyimpan Kenangan Masa Lalu
Portal Kawasan, Gunma, Jepang – Di sebuah sudut tenang Distrik Kitagunma, berdirilah Kabiya, rumah makan tua yang tak hanya menyajikan hidangan, tapi juga kenangan.
Ia bukan sekadar bangunan kayu yang diam; Kabiya adalah penjaga waktu, yang menyambut setiap tamu layaknya sahabat lama yang pulang membawa rindu.
Langkah pertama ke dalam tubuh tuanya yang hangat, dan seolah lorong waktu pun terbuka. Kayu-kayu tua yang membingkai dindingnya tak berbicara, tapi setiap retakannya menyimpan cerita.

Irori, perapian tradisional Jepang menjadi jantung yang memompa kehangatan ke seluruh ruangan. Asap tipis menari-nari di udara, seperti bisikan lembut dari zaman Edo yang enggan pergi.
Hari itu, Nazar datang bersama Hoshino-san, sahabat Jepang yang ia kenal, untuk menemui Kabiya. Ia memperkenalkan mereka pada hidangan favoritnya: tokoroten, mi jeli bening yang disajikan dengan satu batang sumpit. Segarnya bukan main. Di balik teksturnya yang kenyal, tersimpan kesederhanaan masa lalu yang nyaris terlupakan.
Kabiya, seperti tuan rumah yang penuh perhatian, tak membiarkan tamunya duduk diam. Di sudut meja, ia menyediakan ketel tua, teko, dan daun teh kering, seakan berkata: “Seduhlah sendiri teh ini, dan temukan kehangatan dalam prosesnya.”

Lalu datang kejutan: tusuk sate kentang. Setidaknya, begitu dia kira. Tapi Kabiya tertawa pelan melalui pelayannya, itu bukan kentang, melainkan talas, yang direbus, ditusuk, lalu dipanggang perlahan sebelum disiram saus miso manis buatan sendiri.
Rasanya? Kabiya tak butuh kata-kata. Ia hanya tersenyum melihat mata Nazar membelalak kagum. Talas itu kenyal seperti jeli padat, misonya meresap sampai ke hati.

Walau disebut oden, sajian itu lebih mirip miso dengaku atau taranomiso. Tapi bagi Kabiya, tak penting bagaimana kau menyebutnya. Yang ia ingin, adalah agar setiap tamu pulang dengan satu rasa: hangat, puas, dan rindu untuk kembali.
Di balik kesederhanaannya, Kabiya adalah ruang jiwa. Ia tak hanya memberi makan tubuh, tapi juga menghidupi kenangan, membuat masa lalu hadir kembali lewat satu gigitan, satu seruput teh, dan satu senyum yang tulus.
Kontributor : Nazar Akagi