Sampah yang Menjahit Harapan: Ketika Limbah Menjelma Tas, dan Kresek Jadi Cuan
Portal Kawasan, JAKARTA – Di balik jejeran stan UMKM yang memadati Lapangan Kesatrian X pada perayaan HUT Bank Sampah IREKA Rayon IV, pada Minggu (22/6) pagi tadi, sepasang tangan cekatan terlihat sibuk menata kerajinan tangan yang tak biasa.
Bukan dari benang emas atau kain impor, melainkan dari serpihan sampah yang telah menempuh perjalanan panjang: dari tumpukan tak bernilai, menjadi karya bernyawa.
Di tangan para ibu kreatif RW 03, sampah bukan lagi akhir dari cerita, melainkan awal dari kisah baru. Bekas botol plastik, tutup deterjen, bungkus kopi, bahkan gelas mineral sekali pakai, mereka olah menjadi tas, dompet, dan pernak-pernik yang penuh warna dan karakter. Masing-masing bukan sekadar produk, tapi simbol ketekunan, ketulusan, dan ketahanan.
“Iya, tas ini terbuat dari sampah plastik. Ini kita banderol dengan harga Rp200 ribuan,” ujar Ibu Tama peserta Bazar UMKM dari RT 002/03 sembari tersenyum, tangannya mengusap permukaan tas berwarna-warni yang kini menggantung manis di stan kecilnya.
“Untuk tas dari bungkus kopi itu resleting dan puring-nya itu lumayan agak mahal. Sedangkan pernak-pernik lain kita dijual sekitar dua puluh lima ribu,” katanya.
Tak hanya laris, karyanya pun mulai menuai prestasi. Ibu Tama dan rekan-rekan pengrajin dari Bank Sampah IREKA berhasil menembus tingkat kecamatan Matraman dan kerap diundang untuk mengikuti bazar UMKM lintas wilayah, termasuk hingga ke Grogol, Jakarta Barat.

Kerajinan ini adalah puisi yang dijahit dengan benang tekad, limbah yang sebelumnya diremehkan kini bertransformasi menjadi benda bernilai jual.
Dan yang lebih penting, ia membangun kesadaran bahwa keberlanjutan bukan milik korporasi besar, tapi juga milik tangan-tangan rumahan yang mau mencoba dan terus belajar.
“Ini bukan hanya soal cuan,” lanjut Ibu Tama . “Tapi juga rasa bangga, karena yang dulunya dibuang, sekarang dibeli. Yang dulunya dipungut, kini dipajang.”
Bank Sampah IREKA Rayon IV kini bukan lagi sekadar tempat memilah botol, melainkan rumah besar bagi kreativitas warga. Di sana, tiap sampah bukan dilihat sebagai masalah, tetapi sebagai peluang.
Peluang untuk berkreasi. Peluang untuk mandiri. Dan peluang untuk membuktikan bahwa dari yang paling kotor sekalipun, bisa lahir keindahan, asalkan disentuh dengan hati. (AGS/RXC/ALN)