Lebaran Bahagia: Tiket Pesawat Turun, Dompet Tetap Tipis
Portal Kawasan, JAKARTA – Pemerintah baru saja mengumumkan kabar gembira: harga tiket pesawat ekonomi domestik turun 13-14 persen selama periode mudik Lebaran 2025.
Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menyatakan kebijakan ini adalah bukti nyata kepedulian pemerintah terhadap masyarakat yang ingin pulang kampung.
Kedengarannya luar biasa. Tapi, tunggu dulu—mari kita lihat lebih dekat.
Diskon atau Sekadar Mengembalikan Harga ke Akal Sehat?
Sejak beberapa tahun terakhir, masyarakat kerap mengeluhkan harga tiket pesawat domestik yang lebih mahal dibanding penerbangan ke luar negeri.
Tiket Jakarta-Singapura sering kali lebih murah daripada Jakarta-Padang atau Jakarta-Medan. Tapi, anehnya, begitu Lebaran tiba dan pemerintah turun tangan, harga bisa “ajaib” turun.
Mungkin pertanyaannya bukan “Kenapa tiket Lebaran lebih murah?” tapi “Kenapa harga normalnya begitu mahal?”
Mudik Hemat, Tapi Jangan Lupa Biaya Lainnya
Potongan harga tiket pesawat ini tentu menyenangkan. Tapi, masyarakat yang sering mudik tahu betul bahwa tiket pesawat hanyalah satu dari sekian banyak biaya yang harus dikeluarkan.
Setelah tiket, ada biaya bagasi, tarif tol yang naik, harga BBM yang merangkak, serta pengeluaran wajib di kampung halaman: oleh-oleh dan amplop Lebaran.
Jadi, apakah benar kebijakan ini membuat mudik lebih ringan? Atau hanya memberikan ilusi hemat, sementara pengeluaran lainnya tetap membengkak?
Tiket Turun, Tapi Apakah Bisa Dapat?
Pemerintah memastikan bahwa kapasitas penerbangan akan mencukupi selama musim mudik. Namun, berdasarkan pengalaman bertahun-tahun, saat harga tiket turun, kursi pesawat lebih sulit ditemukan daripada parkiran kosong di pusat perbelanjaan menjelang Lebaran.
Tiket diskon biasanya tersedia dalam jumlah terbatas dan untuk jadwal yang tidak ideal—misalnya, penerbangan subuh atau larut malam. Jadi, bagi yang ingin mendapatkan tiket murah, bersiaplah: berburu kursi bisa lebih menegangkan daripada rebutan THR.
Setelah Lebaran, Semua Kembali Seperti Semula?
Kebijakan ini berlaku dari 24 Maret hingga 7 April 2025. Tapi setelah itu, apa yang akan terjadi? Harga kemungkinan besar akan kembali naik, mungkin lebih tinggi dari sebelumnya. Seolah-olah masyarakat diberikan jeda sejenak untuk bernapas sebelum kembali ke kenyataan: biaya perjalanan udara yang tetap mahal.
Jadi, apakah ini benar-benar sebuah solusi, atau hanya sekadar strategi tahunan yang membuat masyarakat merasa diperhatikan, sebelum akhirnya dibiarkan berjuang sendiri lagi?
Pada akhirnya, satu hal yang pasti: harga tiket memang turun, tapi ironi tetap melambung tinggi. (RFK/ALN)