Gimik Hijau Setiap Rabu: Pemprov DKI Paksa Pegawai Jadi Penumpang
JAKARTA – Pemprov DKI Jakarta kembali bermain peran dalam panggung teatrikal kebijakan publik. Lewat Instruksi Gubernur Nomor 6 Tahun 2025, seluruh pegawai negeri dipaksa naik angkutan umum massal setiap hari Rabu.
Dimulai besok (30/4), Jakarta seakan berharap bisa bernapas lega hanya karena PNS-nya naik Transjakarta seminggu sekali.
Aturan ini ditandatangani oleh Gubernur Pramono Anung pada 23 April 2025. Dibalut jargon “mobilitas hijau” dan “pemerintahan berkelanjutan,” kebijakan ini justru menyisakan tanda tanya besar: benarkah ini soal lingkungan, atau sekadar pencitraan berkala?
“Diharapkan kebijakan ini dapat membudayakan penggunaan transportasi publik…,” ujar Kepala BKD DKI Jakarta, Chaidir, Selasa (29/4). Sayangnya, harapan tinggal harapan jika tidak dibarengi solusi nyata atas transportasi yang sesak, jadwal yang acak, dan infrastruktur yang belum merata.
Yang lebih absurd, pegawai diminta swafoto saat menggunakan angkutan umum. Lokasi, waktu, dan tanggal wajib tercantum, seolah bukti kehadiran lebih penting dari dampak kebijakan itu sendiri. Bukankah ini lebih menyerupai konten media sosial ketimbang pengawasan birokrasi?
Kebijakan ini memang memberi kelonggaran bagi pegawai yang sakit, hamil, atau mobilitas tinggi di lapangan. Tapi dalam praktiknya, siapa yang menentukan validitas pengecualian? Lagi-lagi, celah abu-abu membuka peluang untuk permainan laporan.
Lebih dari sekadar naik-turun bus, instruksi ini memunculkan pertanyaan fundamental: apakah Pemprov DKI sedang mendorong perubahan, atau hanya mencari panggung?
Sebab jika hanya mengandalkan swafoto dan laporan admin sebagai indikator sukses, maka kita sedang menulis bab baru dari birokrasi kosmetik yang jauh dari substansi. (RXC/ALN)